Pemerintah menyetujui revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 terkait Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap. Namun sejumlah pihak khususnya pengusaha mengkritik perubahan regulasi tersebut bisa menyurutkan minat pemasangan PLTS Atap dan dipandang memperlambat langkah transisi energi. Menyikapi ini, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS) Marwan Batubara mengatakan revisi Permen ESDM ini justru tidak melarang masyarakat untuk memasang PLTS Atap.
Sebab hal yang diubah dalam revisi itu adalah penghapusan jual beli daya listrik dari pemilik PLTS Atap ke negara melalui jaringan transmisi milik negara. “Tidak ada larangan. Jadi pasang saja kalau memang berminat menikmati listrik yang dibangkitkan dari solar panel atau yang lebih dikenal sebagai energi baru terbarukan,” kata Marwan kepada wartawan, Selasa (20/2/2024). “Alasan yang disampaikan itu sangat jauh. Kecuali, bagi mereka yang ingin berniat menjual listriknya ke negara melalui jaringan dan transmisi milik negara. Itu yang tidak boleh,” tegasnya.
Hal ini dilakukan dalam upaya menghemat Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (APBN). Pengamat Energi: Revisi Permen ESDM tentang PLTS Atap Mampu Kurangi Beban Fiskal Negara Dukung Pengembangan EBT di Indonesia, PLN Siap Jalankan Permen ESDM No 2 Tahun 2024 Soal PLTS Atap
Pemerintah Revisi Regulasi PLTS Atap, Ekonom: Berpotensi Menghambat Transisi ke Energi Surya Revisi Aturan Soal PLTS Atap, Skema Jual Beli Listrik Dihapuskan Dukung Pengembangan EBT, PLN Siap Jalankan Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024 terkait PLTS Atap
Dukung Pengembangan EBT, PLN Siap Jalankan Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024 Terkait PLTS Atap Kementerian ESDM Terbitkan Aturan Baru Soal PLTS Atap, Kapasitas Pemasangan Kini Tak Dibatasi “Padahal jika pasal tersebut tetap ada, negara menanggung beban APBN yang relatif berat,” katanya.
Untuk itu, masyarakat yang hendak memasang PLTS Atap bisa menakar sendiri kebutuhan listriknya agar tidak terbuang sia sia. Selain tidak mempedulikan APBN, paparnya, skema jual beli (ekspor impor) listrik dengan negara itu juga berisiko mengerek tarif listrik. “Karena listrik bercampur dengan listrik yang dibangkitkan oleh negara. Kalau sudah begitu, gimana masyarakat kecil yang selama ini menikmati tarif yang masih disubsidi oleh negara,” terang dia.
Marwan berharap, revisi aturan yang telah disetujui oleh pemerintah dapat segera diundangkan untuk menggantikan peraturan menteri yang berisiko merugikan negara tersebut. “Ini penting agar negara tidak rugi,” pungkasnya.