Konsumsi Antibiotik Tanpa Indikasi Medis Bisa Sebabkan Angka Kematian Menjadi Tinggi

Penggunaan antibiotik yang berlebihan, tidak tepat waktu, dan tidak sesuai indikasi medis berpotensi menyebabkan resistensi antimikroba atau Antimicrobial Resistance (AMR). Akibatnya, infeksi pada pasien bertambah parah dan dapat menyebabkan angka kematian tinggi. Wakil Menteri Kesehatan RI Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono mengatakan bahwa resistensi antimikroba telah menjadi ancaman besar.

Data global pada tahun 2019 menunjukkan 1,2 juta kematian disebabkan oleh bakteri yang resisten terhadap antimikroba. Lebih mengkhawatirkan lagi, sebuah studi memprediksi bahwa tanpa pengendalian yang efektif, akan ada 10 juta kematian per tahun pada 2050. Begini Cara Bikin Kulit Wajah Glowing Tanpa Skincare Ala dr Zaidul Akbar Serambinews.com

Kunci Jawaban PAI Kelas 11 Halaman 59 60 61 62 Kurikulum Merdeka: Penilaian Pengetahuan Bab 2 Halaman 4 “Inilah mengapa AMR disebut sebagai silent pandemic,” kata Prof. Dante dilansir dari website resmi Kementerian Kesehatan, Kamis (8/8/2024). Prof. Dante menambahkan, situasi resistensi antimikroba di Indonesia juga sangat memprihatinkan.

Terdapat lebih dari 400 ribu orang meninggal akibat sepsis, dengan 34 ribu di antaranya disebabkan oleh resistensi antimikroba. Data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) online menunjukkan bahwa 25 persen kematian akibat sepsis berasal dari pasien rawat inap pada 2023, dengan Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah kasus tertinggi. Untuk mengatasi ancaman ini, lanjut Prof. Dante, prinsip pengendalian resistensi antimikroba adalah dengan mencegah infeksi dan menerapkan penggunaan antimikroba secara bijaksana

Atau dikenal dengan penatagunaan antimikroba (antimicrobial stewardship). Kementerian Kesehatan mempromosikan pengendalian resistensi antimikroba untuk meningkatkan kesadaran di antara semua pemangku kepentingan, termasuk pembuat kebijakan dan regulator. “Inisiatif GeMa CerMat (Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat) di masyarakat juga menjadi bagian penting dari upaya ini,” ujar Prof. Dante.

Terakhir, Prof. Dante menyoroti pentingnya pendekatan One Health dan keterlibatan mitra, sektor swasta, dan masyarakat untuk memperkuat penggunaan antimikroba secara bijak di Indonesia. Perjuangan melawan resistensi antimikroba bukan hanya tantangan ilmiah atau medis, tetapi juga tanggung jawab bersama. “Dengan bekerja sama, kita dapat menjaga efektivitas penggunaan antimikroba secara bijak dan melindungi kesehatan generasi masa depan kita,” tutupnya Prof. Dante.

Artikel ini merupakan bagian dari KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *